MISTERI MUJARAB USTADZ KAMPUNG: DARI MULAI MEDIATOR KONFLIK, RESEP JODOH YANG TEPAT, SAMPAI KONSULTAN MAKHLUK HALUS

 

“Seorang ibu mendatangi ustadz ketika anaknya sakit yang sedikit aneh. Anggapannya, karena makhluk halus. Mungkin.”

Mulanya, penulis tercengang mengenai hal itu, timbul banyak pertanyaan dalam benak penulis. Kenapa harus ustadz? Kenapa tidak pada yang lain? Yang lebih ahli dalam bidangnya, misalnya. Dan bagaimana seorang ustadz dapat mengatasi semuanya? Pertanyaan-pertanyaan bodoh seperti itu timbul dari benak. Fenomena terkait ini tentu banyak terjadi diberbagai wilayah, baik yang ada di pedesaan, maupun yang notabene termasuk wilayah kota, khususnya ditempat penulis. Dimana, masyarakat begitu yakin dengan kesaktian atau keajaiban yang keluar dari seorang ustadz di wilayahnya. Tidak hanya dari mulut ke mulut, aspek ini sering terdengar dari berbagai media di banyak wilayah.

Di Indonesia, kita pasti mengetahui bahwa ustadz identik dengan seseorang yang memiliki keahlian dalam urusan agama, tentunya agama islam. Dari mulai belajar membaca al-qur’an serta pengertian dan pengamalannya, belajar membaca kitab kuning serta penjelasannya, atau persoalan-persoalan ke islaman lainnya, kita pasti belajar pada orang yang mumpuni dibidangnya, salah satunya dikenal dengan sebutan ustadz.

Pada dasarnya, sebutan ustadz berasal dari bahasa Persia yang diserap oleh bahasa Arab, antara keduanya memiliki kesamaan makna, yaitu pendidik atau ahli. Dalam buku yang berjudul Ustadz dan Politik dalam prespektif Ustadz Nashrudin Syarief dikatakan, ustadz merupakan sosok yang memiliki peran penting dalam masyarakat Indonesia. Mereka berperan sebagai pengajar agama, pembimbing sepiritual, dan tokoh masyarakat. Dari penjelasan tersebut, bisa dikatakan bahwa kata ustadz merupakan suatu gelar yang menempel pada seorang pendidik.

Dalam sudut pandang masyarakat, ustadz dikenal sebagai orang yang memiliki keahlian supranatural untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Suatu ketika, penulis asik menikmati suasana sore ditemani kopi dan jajanan diwarung terdekat tempat tinggal, ibu-ibu dengan serius membincangkan suatu kejadian yang dialami oleh salah satunya, mungkin saja masalah anaknya yang gagal melangsungkan akad nikah, sahut salah satu ibu-ibu yang ada disitu, “Biar anaknya tenang, bawa aja ke ustadz A, nanti dikasih air doa”. Memang tidak aneh bagi penulis ketika mendengar celetukan itu, secara rasional pun bisa dibayangkan bahwa seorang ustadz yang dia memiliki kemampuan dalam aspek keagamaan yang menjadi kepercayaan masyarakat, taat dalam ajaran-ajaran agama, rajin mendawamkan amalan-amalan tertentu, sehingga masyarakat bisa yakin melalui perantara doa seorang ustadz, dapat membawa kebaikan, singkatnya. Dari pernyataan tersebut, mungkin timbul suatu pertanyaan bagi beberapa kalangan, kenapa tidak dibawa ke psikolog saja? Misalnya. Tidak hanya itu, ditengah gemerlap malam sunyi dengan hiasan bintang yang menggambarkan keindahan cinta, datang seorang ibu dan bapak menghampiri kediaman penulis, kebetulan orang tua penulis dipercaya sebagai salah satu orang yang sedikit faham terkait keagamaan, berbeda dengan anaknya yang bebal ini. Pun demikian, mereka datang untuk meminta solusi dalam menyelesaikan problematika yang dialaminya dengan pihak lain. Oleh karena itu, penulis tergelitik untuk sedikit membahasnya. Yang menjadi pertanyaan, apa rahasia semua dibalik kesaktian dan kemujaraban para ustadz ini?

1.     Jejak Waktu Dalam Filsafat Ilmu

Jika kita melihat dalam sudut pandang filsafat ilmu, secara saklek bisa dikatakan tidak lazim seseorang dapat mempunyai banyak keahlian secara bersamaan dalam satu objek. Artinya, ada rahasia jitu dibalik layar seorang ustadz. Dalam filsafat ilmu, terdapat aspek jarum sejarah dalam pengetahuan. Semuanya pasti pernah mendengar tawaran-tawaran dari penjual obat tradisional yang dianggapnya dapat menyembuhkan berbagai penyakit (obat mujarab). Dikatakan “Rajanya obat yang dapat mengobati semua penyakit”. Pada masyarakat dahulu, nampak belum adanya pemisahan dan pembagian pekerjaan. Jadi setelah menjadi seorang pakar, maka selamanya menjadi pakar. Seorang paraji (dukun beranak dalam istilah sunda) akan dianggap ahli tidak hanya dalam menangani orang yang melahirkan saja. Lebih jauh dari itu, dipercaya sebagai pakar pijat, pakar tulang, pakar makhluk gaib, pakar menyembuhkan penyakit, dan banyak yang lainnya. Jusun S. Suriasumantri seorang ahli filsafat mengatakan dalam bukunya yang berjudul “FILSAFAT ILMU Sebuah Pengantar Populer”, gejala semacam ini dapat kita anggap sebagai sindrom tempo doeloe.

Lebih mudah lagi dalam aspek jarum sejarah ini, kriteria kesamaan yang menjadi dasar, bukan kriteria perbedaan, semuanya menyatu dengan batas yang kabur.  Pada masa ini, tidak terdapatnya perbedaan antara pengetahuan, selagi sesuatu yang kita ketahui, itu artinya pengetahuan. Konsep dasar ini mengalami perkembangan pada pertengahan abad ke-17. Dengan berkembangnya abad ini, konsep dasar berubah dari kesamaan menjadi perbedaan, mulai timbul suatu perbedaan yang jelas antara pengetahuan. Secara metafisik, ilmu mulai dipisahkan dari moral, segala objek penelitian mulai spesifik, dari mulai ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam, dari cabang ilmu yang mulanya satu menjadi banyak cabang. Sekarang ketika kita datang pada salah satu kantor advokat, kita akan ditanya, “perkara apa yang mau diselesaikan?”, seumpamanya kita jawab “perkara perdata!”, maka kita akan disiapkan orang yang ahli dalam perkara perdata. Begitupun jika kita pergi ke dokter, umpamanya kita ngadu terkait demam dan pusing kunang-kunang lantaran kurang makan karena bertengkar dengan pasangan, maka kita juga akan dianjurkan untuk datang pada ahli psikolog. Artinya, dalam hal ini pengetahuan dan ilmu mulai dibedakan, ilmu semakin bercabang, dan pembedaan ini semakin terperinci pula. Namun, hal ini seolah tidak berlaku pada seorang ustadz.

Gagasan sama yang dikemukakan Aristoteles, murid dari akademi Plato. Namun, pembagian dan penghususan yang muncul dari filsuf ini lebih menekanpan pada objek segala sesuatu yang ada di alam. Ia merumuskan tangga alam dalam pandangannya, segala sesuatu yang ada pada alam yang tadinya tidak jelas pembagiannya di khususkan menjadi dua kategori utama. Ada benda mati, dan benda hidup. Dalam benda hidup terbagi menjadi dua pula. Ada tanaman dan makhluk. Makhluk dibagi dua juga, yang satu binatang, satu lagi manusia. Padahal dalam pandangan kita antara tanaman, binatang, dan manusia, dalam satu kesatuan yaitu makhluk hidup. Tapi yang jadi pandangan penulis budakn segi itu, melainkan dalam segi adanya penghususan dan pembagian di alam itu sendiri, sama halnya dalam jarum sejarah filsafat ilmu.

Orang yang tidak suka pada ustadz mungkin saja menjadikan dasar pemikiran ini untuk menyerang atau mengatakan bahwa seorang ustadz melakukan pembodohan. Padahal, terdapat suatu hal yang perlu kita fahami lebih dalam terkait kesaktian ini.

2.     Pandangan Filosofi

Dalam konteks ustadz, secara gamblang memang ada kesamaan berdasarkan argumen yang sudah dipaparkan diatas. Namun, perlu digaris bawahi bahwa kita tidak dapat menerima secara mentah-mentah terkait pemaparan berdasarkan sudut pandang filsafat ini, sehingga mengharuskan kita untuk mengkaji lebih jauh terkait fenomena ini menggunakan pandangan yang berbeda. Kajian pemikiran islam tentang teori pengetahuan (Epistemologi), setidaknya terdapat tiga model sistem berfikir dalam islam. Pertama bayani, yaitu cara berfikir yang didasarkan pada nash (teks), baik langsung maupun tidak langsung. Ke-dua irfani, sebaliknya dari bayani yang tidak mendasarkan pada teks, melainkan pada olah rohani sehingga tersingkapnya rahasia-rahasia realitas tuhan. Terakhir burhani yang menyandarkan pada kekuatan rasio yang dilakukan lewat dalil-dalil logika. Sasing-masing memiliki pandangan berbeda terhadap pengetahuan.

Bermula dari sosok yang memiliki pengaruh besar pada masyarakat, karena ketokohannya sebagai pendakwah yang mengetahui pengetahuan luas dan mendalam tentang ajaran islam, terlebih dalam membina akidah keislaman pada masyarakat. Selain itu, ustadz juga merupakan sosok pendidik yang dipercaya masyarakat untuk membimbing, mengarahkan, dan membina, sehingga masyarakat memiliki pandangan khusus pada ustadz itu sendiri. Secara rasional, dalam rangga diminta menjadi mediator konflik oleh masyarakat, diminta resep jodoh yang tepat, serta menjadi ahli spiritual, ustadz tidak semata-mata berpretensi secara saklek, melainkan mendasarkan semua saran, masukan, dan do’a nya itu pada ajaran islam, karena ustadz dipercaya memiliki pengetahuan terkait ajaran islam yang lebih mendalam. Kita ambil contoh dalam hal meminta resep jodoh yang tepat, dalam ajaran islam terdapat salah satu rujukan yang menjadi dasar dalam memilih pasangan. Masyarakat percaya seorang ustadz memahami lebih dalam tentang rujukan tersebut berdasarkan ajaran islam yang menjadi keyakinan dan kepercayaannya, dan hal tersebut yang dijadikan dasar.

Ada konsep menarik yang dikemukakan dalam ajaran islam, yaitu konsep berkah dan konsep tabarruk. Perlu kita ketahui bahwa masyarakat yang mereka memeluk agama islam, percaya dan yakin ada dan terjadinya konsep berkah dan tabarruk. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata berkah memiliki arti karunia tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia. Achmad Beadie Busyoel Basyar mengutip dari Khadijah Al-Idrisiyah mengemukakan makna al-barakah yang berarti bertambah dan berkembang, juga bermakna jumlah yang banyak pada suatu kebaikan. Tabarruk yang memiliki arti mencari berkah, juga bermakna mengharapkan berkah dengan melakukan sesuatu tertentu, dilakukan Rosulullah Saw dalam mencium hajar aswad, kemudian diikuti oleh para sabat. Perlu digaris bawahi bahwa tabarruk tidak terkhusus pada Rosulullah Saw, tetapi semua orang saleh atau jejak orang-orang saleh. Seperti kisah al-Hafidz Abdul Ghani al-Maqdisi yang dikemukakan dalam jurnal (Basyar, 2022), beliau melakukan tabarruk dengan ziarah pada makam Imam Ahmad bin Hambal untuk penyembuhan penyakitnya. Artinya, proses dalam mencari berkah ini dalam rangka mengupayakan untuk mendapatkan kebaikan yang banyak, baik itu kesembuhan, kemudahan, kelancaran rizki, dan banyak yang lainnya dengan wasilah atau perantara orang-orang shaleh. Dari penjelasan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa berkah yaitu sifat kebaikan pada sesuatu. Ketika sesuatu bertambah kebaikannya secara konsisten dan tetap, maka suatu tersebut memiliki nilai keberkahan.

Sama halnya seseorang yang datang pada ustadz (tabarruk) ketika meminta solusi, meminta air do’a, atau meminta untuk menengahi permasalahannya, mereka yakin saat meminta sesuatu pada orang sholeh, faham agama, sering mendawamkan amalan-amalan yang dianjurkan dalam agama, ada konsep keberkahan didalamnya. Demikian seorang ustadz yang bersangkutan, dengan menyandarkan segala sesuatu pada pengetahuan dan ajaran-ajaran agama, terdapat konsep berkah didalamnya.

Kesimpulan

        Dalam penjelasan singkat yang dikemukakan penulis, setidaknya menjadi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan bodoh yang muncul dalam benak penulis. Walaupun, artikel ini tidak dapat membasas lebih terperinci mengenai hal tersebut. Dapat kita simpulkan bahwa rahasia dibalik semua kesaktiaan dan kemujaraban ustadz terletak pada segi amalan-amalan saleh yang melekat, sehingga membawa kepercayaan bagi masyarakat. Apabila ada pertanyaan umpamanya, apa kunci mujarab? Jawabannya adalah jadilah orang berilmu yang bermanfaat, mengamalkan apa yang sudah dimiliki, serta melakukan amalan-amalan saleh dan bertakwa kepada tuhan. Bag b aimana cara untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat? Jawabannya belajar dengan baik dan benar.

 

TAMAN BACA

Basyar, A. B. (2022). KONSEP BERKAH DALAM EPISTEMOLOGI ISLAM. Jurnal Pusaka, 19-20.

Gaarder, J., diterjemahkan oleh Astuti, R. (2017). Dunia Shophie, sebuah novel filsafat. Bandung: PT Mizan Pustaka.

Meysarah, Saada, S., Saadah, N. A., Supriadi, Widyantari, T., Ayuni, S., . . . Baidawi. (2022). ORGANISASI, TOKOH, & PERAN MEDIA DALAM DAKWAH. Yogyakarta: Trustmedia Publishing.

Saadah, R. T. (2020, 10 11). Muballigh Atau Ustadz, Samakah Makna Keduanya? tafsiralquran.id.

Suriasumantri, J. (2020). FILSAFAT ILMU Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Surya Multi Grafika.

Suryana, M.Si., D., Nurmalasari, S.Ag., D., Imannullah, S. T., M. N., & Dachlan, S.Sos., I. N. (2024). USTADZ DAN POLITIK Prespektif Ustadz Nashrudin Syarief. Bandung: Gunung Djati Publishing.

 

  

Komentar