Mengurai Daya Tarik Tak Terucapkan: Kajian Gabutisme Perihal Senyuman Seorang Gadis Penghafal 100 Lukisan

 

Salah satu adagium hukum mengatakan, “De Gustibus Non Est Disputandum” (Perihal selera, rasa suka, tidak dapat disengketakan)

Ditengah-tengah kompleksitas zaman yang semakin modern, perkembangan platform digital yang begitu pesat, dan trias politika di Indonesia yang menjadi perbincangan bagi banyak kalangan. Muncul suatu gebrakan dari pemuda dan pemudi terbaik bangsa melalui kegiatan COC (Challenge of The Champions) yang di selenggarakan oleh Ruang Guru sebagai upaya trasformasi teknologi dalam mendukung proses belajar mengajar, termasuk di dalamnya seorang gadis pemilik senyuman syahdu.

Dalam kegiatan COC (Challenge of The Champions), kemunculan gadis itu menjadi pembeda bagi banyak orang, khususnya penulis. Tingkahnya, ambisiusnya, dan senyumannya membuat rombakan atas kokohnya pertahanan qalbu. Bagaimana tidak dapat merombak, apabila dua hal yang sulit didapatkan menyatu dalam objek yang sama? Maksudnya, kecerdasan dan senyuman manis menyatu pada si gadis. Kita lihat fenomena yang jarang kita temukan, dimana kecerdasannya dalam menyusun setrategi untuk mengingat 100 lukisan dengan waktu singkat, maka tidak heran ketika trand di salah satu platform digital mengutarakan bahwa, “Kecerdasan dan kecantikan (senyuman yang indah) adalah kombinasi yang mematikan”. Dengan demikian, sedikit demi sedikit si gadis dan teman-temannya itu dapat merubah sudut pandang orang yang mulanya berpretensi kurang baik terhadap pendidikan dengan membandingkan dengan suatu hal yang tidak tepat menjadi sudut pandang yang positif terhadap pendidikan itu sendiri.

Perihal Senyum

Terkait senyuman, Hartono menjelaskan bahwa senyuman mempunyai suatu makna tersirat yang berasal dari proses yang indah. Proses ini dimulai dari pengamatan suatu objek dengan mata, kemudian informasi tersebut diteruskan pada otak. Setelah diolah di otak, informasi tersebut divisualisasikan menjadi suatu hal yang unik, aneh, kadang lucu, atau menarik, sehingga mempengaruhi perasaan dalam hati. Melalui proses ini, muncul energi yang kuat yang menyebabkan seseorang tersenyum (Alifa, Rulla, & Alfadhila, 2019). Senyuman bukan sekedar ekspresi, lebih dari itu sebuah komunikasi.

Dalam konteks sosial, senyuman dapat menjadi jembatan untuk membangun hubungan yang kuat dan mengurangi ketegangan antar individu. Senyuman memiliki daya tarik yang sulit diabaikan. Sebutlah ketika gadis itu tersenyum, tidak hanya dirinya yang merasa lebih baik, tetapi melibatkan orang yang ada disekitarnya. Bahkan ketika gadis itu tersenyum didepan kamera, secara tidak langsung dapat memberikan reaksi pada orang yang melihatnya walaupun terpisahkan oleh jarak. Artinya, senyuman dapat dijadikan titik terang di tengah-tengah kegelapan, menghadirkan harapan dan optimisme dalam situasi yang sulit. Bahkan, dalam konteks profesionalisme, senyuman dapat meningkatkan kerjasama tim dalam membangun reputasi yang positif.

Berbekal panca indra sehingga  terbenak dalam ingatan penulis pada senyuman si gadis dan sedikit pemahaman terkait senyuman yang didapatkan dari berbagai referensi, melalui tulisan ini penulis akan menguraikan kajian dalam aspek senyuman manis yang melekat pada si gadis ketika didepan kamera.

1. Duchenne Smile

      Senyum Duchenne dikemukakan oleh Guillaume Duchenne pada pertengahan abad ke-19, senyuman ini sering dikenal dengan senyuman “spontan” atau senyum “tulus”. Dikenal dengan sebutan senyum tulus karena pada senyumannya tidak ada keterpaksaan dan tidak ada perencanaan, melainkan spontanitas (Arifin & Ulfah, 2021). Senyuman tulus ini terjadi ketika otot orbicularis oculi dan otot zygomaticus major berkontraksi. Ketika sudut mulut diangkat, bagian dari otot zygomaticus major dan otot orbicularis oculi terlibat, sehingga pipi terangkat dan menimbulkan kerutan di sekitar mata.

         Senyum ini menunjukkan bahwa seseorang terlihat jujur dan penuh kasih, sehingga orang lain cenderung memberikan tanggapan yang positif (Anggraini, 2020). Yang lebih unik, senyuman tersebut dapat menular pada orang lain, sama halnya senyumam gadis penghafal 100 lukisan ini. Lebih komprehensif lagi, beberapa kajian terkait senyuman Duchenne memaparkan adanya beberapa manfaat yang dapat menurunkan stress dan meningkatkan mood, serta mengurangi emosi negatif.

            Dengan demikian, dapat kita tarik benang merah bahwa senyuman ini menunjukan tidak ada yang sia-sia dari senyuman yang tulus. Dengan melibatkan beberapa otot di wajah, senyuman Duchenne bukan hanya suatu ekspresi emosional, tetapi juga memiliki dampak terhadap kesehatan mental dan hubungan sosial seseorang.

2. Senyum Afiliasi

       Mengenai kebutuhan afiliasi, Martaniah mengemukakan bahwa kebutuhan afiliasi yaitu dorongan individu untuk berinteraksi dengan orang lain yang melibatkan aspek-aspek seperti kepercayaan, afeksi, dan empati yang simpatik. Dalam teori Maslow, di katakan bahwa kebutuhan afiliasi yaitu keinginan seseorang untuk berinteraksi secara sosial dengan orang lain. Hal tersebut mencakup upaya untuk membangun hubungan yang signifikan dengan sesama (Bharoto, 2017).

           Dari uraian tersebut, ketika penulis korelasikan dengan senyuman si gadis pemilik senyum manis, senyumannya bukan sekedar refleksi fisik, lebih dari itu menjadi sarana komunikasi yang kuat untuk meningkatkan hubungan sosial. Saat si gadis tersenyum simpul, pesan dan makna disampaikan tanpa kata. Artinya, senyuman dalam aspek ini ditandai sebagai senyum afiliasi, karena memiliki fungsi untuk penghubung sosial. Menurut peneliatian, senyum afiliasi ditandai oleh tarikan bibir ke atas dan kerap memicu lesung pipi. Selain itu, dapat mencakup penekanan bibir.

              3. Reward Smile

     Senyum reward atau senyuman penghargaan merupakan bentuk senyuman sebagai respon positif pada prilaku atau tindakan diri sendiri maupun tindakan orang lain. Hal ini dapat berupa penghargaan verbal maupun non verbal yang menyatakan apresiasi, dukungan, atau persetujuan terhadap suatu hal yang dilakukan oleh diri sendiri maupun orang lain. Jika kita lebih mendalami perihal senyuman ini, bentuknya bisa beragam, mulai dari senyuman ringan, senyuman hangat, bahkan senyuman yang menggembirakan.

          Kita lihat pada keberlangsungan game COC (Challenge of The Champions) yang gadis itu ikuti. Dia banyak mengeluarkan senyuman rewardnya, dari mulai senyuman ringan sampai senyuman riang gembira dalam merespon suatu hal yang sudah dirinya sendiri atau orang lain lakukan. Berhasil menjawab soal misalnya, baik soal ringan maupun soal yang sulit. Dalam konteks berbeda, saat bayi memberikan senyuman kepada ibunya yang dapat merangsang dopamin (zat yang menyampaikan pesan dari suatu saraf ke saraf yang lainnya), sehingga senyawa kimia dalam otak bisa menimbulkan kesenangan. Si ibu pun akan tersenyum karena merasa dihargai atas kerja keras anaknya. Dalam konteks ini, penulis terbenak atas senyuman-senyuman yang dikeluarkan oleh si gadis penghafal 100 lukisan itu, sehingga poin dalam aspek ini tersampaikan pada tulisan gabutisme.

4. Senyum Malu dan Senyum Genit Menyatu dalam Estetika

        Munculnya senyum malu dan genit tentu didasari dengan berbagai aspek yang melekat pada gadis penghafal 100 lukisan itu, sehingga tersimpan pada memori penulis dan dapat mendeskripsikannya. Senyum malu tentu suatu senyuman yang didasari oleh rasa malu yang timbul atas reaksi alami ketika seseorang berada dalam situasi canggung atau tidak nyaman. Hal ini sering ditandai oleh gerakan seperti kepala dimiringkan kebawah (tunduk) serta pandangan yang berpaling ke sebelah kiri. Bahkan, studi terbaru mengemukakan bahwa orang yang mengeluarkan senyuman malu sering menyentuh wajahnya, menunjukan gerakan kepala tertentu.

            Disisi lain, terdapat aspek genit yang mengacu pada senyuman diikuti dengan ekspresi mata. Menurut psikologi, senyuman jenis ini dapat menunjukan kepercayaan diri yang tinggi dan kemampuan untuk menarik perhatian dengan pesona. Dengan menutup rapat bibir dan mengangkat alis, serta tersenyum sambil menundukan kepala. Mungkin, ungkapan “Kecerdasan dan kecantikan (senyuman yang indah) adalah kombinasi yang mematikan” bisa menjadi trand di salah satu platform digital hasil dari kombinasi antara berbagai senyuman yang penulis utarakan sebelumnya, termasuk senyuman dalam aspek ini, sehingga terlontarlah ungkapan tersebut. Menurut psikologi, salah satu contoh yang dapat menggambarkan senyuman genit terletak pada lukisan Monalisa karya Leonardo dan Vinci. 

Kesimpulan

        Senyuman memiliki kekuatan luar biasa untuk menyampaikan berbagai emosi tanpa terucapnya kata-kata. Ketika berbagai jenis senyuman yang sudah dipaparkan menyatu dalam estetika, mereka menciptakan lapisan-lapisan keindahan yang memperkaya pengalaman seni. Senyuman gadis penghafal 100 lukisan menjadi simbol dari kekuatan seni untuk menginspirasi serta membawa kebahagiaan pada orang-orang disekitar. Saat penulis melihat senyumannya, penulis tidak hanya melihat ekspresi wajah yang indah, tetapi juga emosi, maksud, dan kekuatan yang mengalir dibaliknya.

Melalui senyumannya, kita dapat belajar bahwa keindahan tidak selalu terletak pada lukisan yang dihafalnya dengan waktu singkat, lebih jauh dari itu terletak pada ekspresi senyuman yang mengalir dari hatinya.

Taman Baca

Alifa, Rulla, & Alfadhila. (2019). JENIS-JENIS DAN MANFAAT SENYUMAN. Unikom.

Anggraini, W. (2020). Perspektif anatomi dan antropometri pada senyum. Jurnal Kedokteran Gigi Terpadu, 37-43.

Arifin, N. A., & Ulfah. (2021). Perilaku Senyum untuk Membangun Konsep Diri. Indonesian Journal of Islamic Counseling, 92-97.

Bharoto, M. O. (2017). Gambaran Kebutuhan Afiliasi Pada Remaja Akhir Pengguna Instagram. Repository Universitas Negri Jakarta, 1-98.

 


Komentar