Mengurai Daya Tarik Tak Terucapkan: Kajian Gabutisme Perihal Senyuman Seorang Gadis Penghafal 100 Lukisan
Salah
satu adagium hukum mengatakan, “De Gustibus Non Est Disputandum”
(Perihal selera, rasa suka, tidak dapat disengketakan)
Ditengah-tengah
kompleksitas zaman yang semakin modern, perkembangan platform digital yang
begitu pesat, dan trias politika di Indonesia yang menjadi perbincangan bagi
banyak kalangan. Muncul suatu gebrakan dari pemuda dan pemudi terbaik bangsa melalui
kegiatan COC (Challenge of The Champions) yang di selenggarakan oleh Ruang
Guru sebagai upaya trasformasi teknologi dalam mendukung proses belajar
mengajar, termasuk di dalamnya seorang gadis pemilik senyuman syahdu.
Dalam
kegiatan COC (Challenge of The Champions), kemunculan gadis itu menjadi
pembeda bagi banyak orang, khususnya penulis. Tingkahnya, ambisiusnya, dan
senyumannya membuat rombakan atas kokohnya pertahanan qalbu. Bagaimana tidak dapat
merombak, apabila dua hal yang sulit didapatkan menyatu dalam objek yang sama? Maksudnya,
kecerdasan dan senyuman manis menyatu pada si gadis. Kita lihat fenomena yang jarang
kita temukan, dimana kecerdasannya dalam menyusun setrategi untuk mengingat 100
lukisan dengan waktu singkat, maka tidak heran ketika trand di salah satu platform
digital mengutarakan bahwa, “Kecerdasan dan kecantikan (senyuman yang indah)
adalah kombinasi yang mematikan”. Dengan demikian, sedikit demi sedikit si gadis
dan teman-temannya itu dapat merubah sudut pandang orang yang mulanya berpretensi
kurang baik terhadap pendidikan dengan membandingkan dengan suatu hal yang
tidak tepat menjadi sudut pandang yang positif terhadap pendidikan itu sendiri.
Perihal
Senyum
Terkait
senyuman, Hartono menjelaskan bahwa senyuman mempunyai suatu makna tersirat yang
berasal dari proses yang indah. Proses ini dimulai dari pengamatan suatu objek
dengan mata, kemudian informasi tersebut diteruskan pada otak. Setelah diolah
di otak, informasi tersebut divisualisasikan menjadi suatu hal yang unik, aneh,
kadang lucu, atau menarik, sehingga mempengaruhi perasaan dalam hati. Melalui
proses ini, muncul energi yang kuat yang menyebabkan seseorang tersenyum
Dalam
konteks sosial, senyuman dapat menjadi jembatan untuk membangun hubungan yang
kuat dan mengurangi ketegangan antar individu. Senyuman memiliki daya tarik yang
sulit diabaikan. Sebutlah ketika gadis itu tersenyum, tidak hanya dirinya yang
merasa lebih baik, tetapi melibatkan orang yang ada disekitarnya. Bahkan ketika
gadis itu tersenyum didepan kamera, secara tidak langsung dapat memberikan
reaksi pada orang yang melihatnya walaupun terpisahkan oleh jarak. Artinya, senyuman
dapat dijadikan titik terang di tengah-tengah kegelapan, menghadirkan harapan
dan optimisme dalam situasi yang sulit. Bahkan, dalam konteks profesionalisme,
senyuman dapat meningkatkan kerjasama tim dalam membangun reputasi yang
positif.
Berbekal panca indra sehingga terbenak dalam ingatan penulis pada senyuman si gadis dan sedikit pemahaman terkait senyuman yang didapatkan dari berbagai referensi, melalui tulisan ini penulis akan menguraikan kajian dalam aspek senyuman manis yang melekat pada si gadis ketika didepan kamera.
1. Duchenne Smile
Senyum
Duchenne dikemukakan oleh Guillaume Duchenne pada pertengahan abad ke-19,
senyuman ini sering dikenal dengan senyuman “spontan” atau senyum “tulus”. Dikenal
dengan sebutan senyum tulus karena pada senyumannya tidak ada keterpaksaan dan tidak
ada perencanaan, melainkan spontanitas
Senyum ini menunjukkan bahwa
seseorang terlihat jujur dan penuh kasih, sehingga orang lain cenderung
memberikan tanggapan yang positif
Dengan demikian, dapat kita tarik benang
merah bahwa senyuman ini menunjukan tidak ada yang sia-sia dari senyuman yang
tulus. Dengan melibatkan beberapa otot di wajah, senyuman Duchenne bukan hanya suatu
ekspresi emosional, tetapi juga memiliki dampak terhadap kesehatan mental dan
hubungan sosial seseorang.
2. Senyum Afiliasi
Mengenai
kebutuhan afiliasi, Martaniah mengemukakan bahwa kebutuhan afiliasi yaitu
dorongan individu untuk berinteraksi dengan orang lain yang melibatkan aspek-aspek
seperti kepercayaan, afeksi, dan empati yang simpatik. Dalam teori Maslow, di katakan
bahwa kebutuhan afiliasi yaitu keinginan seseorang untuk berinteraksi secara
sosial dengan orang lain. Hal tersebut mencakup upaya untuk membangun hubungan
yang signifikan dengan sesama
Dari uraian tersebut, ketika penulis
korelasikan dengan senyuman si gadis pemilik senyum manis, senyumannya bukan sekedar
refleksi fisik, lebih dari itu menjadi sarana komunikasi yang kuat untuk
meningkatkan hubungan sosial. Saat si gadis tersenyum simpul, pesan dan makna
disampaikan tanpa kata. Artinya, senyuman dalam aspek ini ditandai sebagai
senyum afiliasi, karena memiliki fungsi untuk penghubung sosial. Menurut
peneliatian, senyum afiliasi ditandai oleh tarikan bibir ke atas dan kerap
memicu lesung pipi. Selain itu, dapat mencakup penekanan bibir.
3. Reward Smile
Senyum
reward atau senyuman penghargaan merupakan bentuk senyuman sebagai respon
positif pada prilaku atau tindakan diri sendiri maupun tindakan orang lain. Hal
ini dapat berupa penghargaan verbal maupun non verbal yang menyatakan
apresiasi, dukungan, atau persetujuan terhadap suatu hal yang dilakukan oleh
diri sendiri maupun orang lain. Jika kita lebih mendalami perihal senyuman ini,
bentuknya bisa beragam, mulai dari senyuman ringan, senyuman hangat, bahkan
senyuman yang menggembirakan.
Kita lihat pada keberlangsungan game
COC (Challenge of The Champions) yang gadis itu ikuti. Dia banyak
mengeluarkan senyuman rewardnya, dari mulai senyuman ringan sampai senyuman
riang gembira dalam merespon suatu hal yang sudah dirinya sendiri atau orang
lain lakukan. Berhasil menjawab soal misalnya, baik soal ringan maupun soal
yang sulit. Dalam konteks berbeda, saat bayi memberikan senyuman kepada ibunya
yang dapat merangsang dopamin (zat yang menyampaikan pesan dari suatu saraf ke
saraf yang lainnya), sehingga senyawa kimia dalam otak bisa menimbulkan
kesenangan. Si ibu pun akan tersenyum karena merasa dihargai atas kerja keras
anaknya. Dalam konteks ini, penulis terbenak atas senyuman-senyuman yang
dikeluarkan oleh si gadis penghafal 100 lukisan itu, sehingga poin dalam aspek
ini tersampaikan pada tulisan gabutisme.
4. Senyum Malu dan Senyum Genit Menyatu dalam Estetika
Munculnya senyum malu dan genit tentu didasari dengan berbagai aspek yang melekat pada gadis penghafal 100 lukisan itu, sehingga tersimpan pada memori penulis dan dapat mendeskripsikannya. Senyum malu tentu suatu senyuman yang didasari oleh rasa malu yang timbul atas reaksi alami ketika seseorang berada dalam situasi canggung atau tidak nyaman. Hal ini sering ditandai oleh gerakan seperti kepala dimiringkan kebawah (tunduk) serta pandangan yang berpaling ke sebelah kiri. Bahkan, studi terbaru mengemukakan bahwa orang yang mengeluarkan senyuman malu sering menyentuh wajahnya, menunjukan gerakan kepala tertentu.
Disisi lain, terdapat aspek genit
yang mengacu pada senyuman diikuti dengan ekspresi mata. Menurut psikologi,
senyuman jenis ini dapat menunjukan kepercayaan diri yang tinggi dan kemampuan
untuk menarik perhatian dengan pesona. Dengan menutup rapat bibir dan
mengangkat alis, serta tersenyum sambil menundukan kepala. Mungkin, ungkapan “Kecerdasan
dan kecantikan (senyuman yang indah) adalah kombinasi yang mematikan” bisa
menjadi trand di salah satu platform digital hasil dari kombinasi antara
berbagai senyuman yang penulis utarakan sebelumnya, termasuk senyuman dalam
aspek ini, sehingga terlontarlah ungkapan tersebut. Menurut psikologi, salah
satu contoh yang dapat menggambarkan senyuman genit terletak pada lukisan
Monalisa karya Leonardo dan Vinci.
Kesimpulan
Senyuman
memiliki kekuatan luar biasa untuk menyampaikan berbagai emosi tanpa terucapnya
kata-kata. Ketika berbagai jenis senyuman yang sudah dipaparkan menyatu dalam
estetika, mereka menciptakan lapisan-lapisan keindahan yang memperkaya
pengalaman seni. Senyuman gadis penghafal 100 lukisan menjadi simbol dari
kekuatan seni untuk menginspirasi serta membawa kebahagiaan pada orang-orang disekitar.
Saat penulis melihat senyumannya, penulis tidak hanya melihat ekspresi wajah
yang indah, tetapi juga emosi, maksud, dan kekuatan yang mengalir dibaliknya.
Melalui
senyumannya, kita dapat belajar bahwa keindahan tidak selalu terletak pada
lukisan yang dihafalnya dengan waktu singkat, lebih jauh dari itu terletak pada
ekspresi senyuman yang mengalir dari hatinya.
Taman Baca
Alifa, Rulla, & Alfadhila. (2019). JENIS-JENIS
DAN MANFAAT SENYUMAN. Unikom.
Anggraini, W. (2020). Perspektif anatomi dan antropometri
pada senyum. Jurnal Kedokteran Gigi Terpadu, 37-43.
Arifin, N. A., & Ulfah. (2021). Perilaku Senyum untuk
Membangun Konsep Diri. Indonesian Journal of Islamic Counseling,
92-97.
Bharoto, M. O. (2017). Gambaran Kebutuhan Afiliasi Pada
Remaja Akhir Pengguna Instagram. Repository Universitas Negri Jakarta,
1-98.
Komentar
Posting Komentar